Aspek hukum : Dasar Hukum Undang-Undang
Minggu ke IX
Pembangunan materi hukum diarahkan untuk salah satunya melanjutkan pembaruan produk hukum dalam rangka menggantikan peraturan perundang-undangan warisan kolonial agar dapat mencerminkan nilai-nilai sosial dan kepentingan masyarakat Indonesia serta mampu mendorong tumbuhnya kreativitas. Perlu dilakukan evaluasi terhadap produk hukum existing sejak Indonesia merdeka hingga saat ini secara bertahap untuk menghilangkan berbagai bentuk hambatan berupa tumpang tindih, inkonsisten, dan multitafsir.
Peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari hukum
tertulis harus menjadi acuan dalam berperilaku, baik bagi penyelenggara negara
maupun bagi masyarakat. Untuk itu, peraturan perundang-undangan selayaknya
dirumuskan dengan cara yang sederhana, jelas, tegas dan konsisten sehingga
mudah dipahami dan dioperasionalkan. Dari sisi jumlah, sebaiknya tidak harus
dalam jumlah yang banyak. Hal ini dimaksudkan agar tidak menyulitkan setiap
pihak untuk menerapkan dan mematuhinya. Hanya dengan peraturan
perundang-undangan yang sederhana dan tertib, maka kepastian hukum dapat
diwujudkan. Peraturan perundang-undangan yang terlalu banyak tetapi kualitasnya
buruk akan mengakibatkan berkurangnya nilai kepastian karena rendahnya tingkat
kepatuhan, serta konsekuensi sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ini sangat
penting artinya dalam mewujudkan good
regulatory practices (GRP). Di dalamnya selain mengatur prinsip pembentukan
peraturan yang baik mulai dari aspek jenis, materi muatan dan hierarki, juga
tentang aspek teknik perancangan peraturan perundang-undangan. Aspek-aspek ini
jika diimplementasikan dengan sebaik-baiknya akan sangat menentukan kualitas produk
regulasi yang dihasilkan.
Pentingnya eksistensi peraturan perundang-undangan dalam
konteks negara hukum, maka diharapkan pembentukannya pun tidak dibuat “asal-asalan”.
Melainkan betul-betul melakukan pengkajian yang mendalam saat proses
pembentukan peraturan perundang-undangan dengan dimulai dari penelitian hukum
normatif dan empiris. Hal ini dimaksudkan agar peraturan yang dihasilkan dapat
diimplementasikan dengan baik dan tepat sasaran.93
Pembentukan Peraturan perundang-undangan secara khusus bertujuan,
mewujudkan kepastian hukum dan keadilan sesuai dengan cita hukum Indonesia yang
terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Atas dasar itu, kepastian hukum dan keadilan itu baru bisa diwujudkan
jika pembentukan peraturan perundang-undangan ditangani dengan baik dan
profesional melalui teknik perancangan yang memadai dan pendekatan hukum
normatif yang komprehensif dan cermat.94
Selain itu, prinsip-prinsip pembangunan materi hukum yang saat
ini telah dicantumkan dalam Undang-Undang 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan perlu untuk direvitalisasi dan dipertegas dari
apsek operasionalnya. Prinsip-prinsip tersebut adalah:95
1. bahwa
Pancasila harus dijadikan pendekatan dalam proses setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan konsep Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum Negara. Ditunjau dari sejarah lahirnya, maka nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila adalah inti dari dasar pembentukan Negara,
yaitu: ketuhanan, kebangsaan (yang mengandung nilai kemanusiaan dan
internasionalisme), persatuan (adanya kesadaran dan tujuan yang
sama
di antara keragaman/kebhinekaan), demokrasi yang berdasarkan perwakilan dan
permusyawaratan, serta kesejahteraan yang berkeadilan sosial.
2. Internalisasi
asas-asas materi muatan pada setiap peraturan perundang perundang-undangan,
sebagai konkritisasi nilai-nilai Pancasila, yaitu pengayoman, kemanusiaan,
kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan,
kesamaan kedudukan dalam hokum dan pemerintahan, ketertibah dan kepastian hokum,
keseimbangan, keserasian dan keselarasan.
3. Terpenuinya
asas-asas pembentukan, dengan parameter yang terukur pada setiap pebentukan
peraturan perundang-undangan , yaitu:
-
Adanya kejelasan arah dan tujuan yang ingin dicapai dari
pembentukan
-
Lembaga
atau pejabat pembentuk
-
Ketepatan antara jenis danhierarki PUU dengan materi muatannya
-
Harus
memberi manfaat, dan berdasarkan kebutuhan
-
Adanya perhitungan yang cermat yang memastikan bahwa peraturan
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien
-
Terpenuhinya syarat teknis penyusunan PUU (baik dari segi
sistematika, maupun pilihan kata/istillah yang efisien, jelas)
-
Adanya
keterbukaan dalam proses pembentukannya
Kualitas
regulasi saat ini belum sepenuhnya sejalan dengan kebijakan pemerintah dan
kebutuhan global. Hal itu terbukti dari masih banyaknya keluhan investor
terhadap hukum di Indonesia yang dipandang belum berkepastian hukum karena
masih ada inkonsistensi antarperaturan perundang-undangan. Setidaknya 3 (tiga)
permasalahan besar yang terkait dengan kualitas peraturan perundang-undangan,
yaitu: Pertama, adanya multitafsir, disharmoni atau tidak sinkron
antara peraturan yang satu dengan yang lain, dan belum responsif terhadap
kebijakan pembangunan. Kedua, proses pembentukan peraturan perundang-undangan masih belum
tertib, lama, dan menimbulkan biaya
tinggi.
Ketiga,
koordinasi dan komunikasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan masih
belum maksimal karena masih adanya ego sektoral.
Untuk itu, perlu melakukan reformasi regulasi dengan berbagai
upaya dan strategi untuk mewujudkan produk peraturan perundang-undangan yang
mempunyai daya laku, daya guna, dan berorientasi ke depan (forward looking),96 di antaranya:
1. Membangun
sinergitas kelembagaan menjadi kata kunci untuk meminimalisasi ego atau
kepentingan sektoral. Persamaan persepsi bahwa peraturan perundang-undangan
milik Negara, bukan milik Kementerian/Lembaga. Oleh karena itu, pembentukan
peraturan perundang-undangan harus berorientasi kepada kepentingan Negara
dengan memperhatikan mekanisme dan skala prioritas searah dengan kebijakan
Pemerintah, RPJPM, dan RPJP.
2. Harmonisasi
satu pintu harus dikuatkan mulai dari Undang-Undang hingga Peraturan Daerah
(Perda). Oleh karena itu perlu ada pelibatan Kanwil Hukum dan HAM dalam proses
pembentukan Perda agar ke depan tidak ada lagi Perda bermasalah
3. Pembentukan
peraturan perundang-undangan harus berjalan efektif, efisien, dan tidak high cost karena berlarut-larutnya
proses. Oleh karenanya, mekanisme kontrol terhadap pembentukan peraturan
perundang-undangan (RUU, RPP, RPeraturan Presiden) yang telah berjalan harus
dioptimalkan. Kemenkumham memantau pelaporan dan memfasilitasi permasalahan
penyusunan peraturan perundang-undangan sehingga sejak dini dapat diselesaikan bottlenecking dalam proses.
4. Mengoptimalkan
analisa dan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan yang ada (existing) sebagai upaya memangkas
produk-
produk hukum yang menimbulkan red tape atau hambatan
kemudahan
dalam berusaha. Ketiadaan aturan dan mekanisme evaluasi terhadap peraturan
perundang-undangan dapat menjadi salah satu penyebab munculnya banyak peraturan
perundang-undangan yang bemasalah karena proses pembentukan peraturan
perundang-undangan tidak diimbangi dengan proses evaluasinya. Dalam konteks
pembenahan terhadap peraturan perundang-undangan, mekanisme evaluasi dapat
menjadi alat bantu untuk mendeteksi peraturan perundang-undangan yang tumpang
tindih, disharmonis, dan multitafsir.
5. Mengakomodasi
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-XX/2012MK yang mengarah pada a triparty system in the law making.
Dalam upaya memperbaiki kualitas materi hukum, maka mekanisme
dan penegasan secara operasional prinsip-prinsip pembangunan materi hukum
tersebut perlu disempurnakan dalam pengaturannya. Dengan demikian memperbaharui
(baik dalam bentuk perubahan atau penggantian) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjadi sebuah keniscaan untuk segela
dilakukan.97
perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 perlu menentukan
desain pembangunan hukum ke depan, maka perubahan Undang-Undang tersebut harus
dilakukan secara komprehensif dengan melakukan evaluasi penerapan Undang-Undang
ini selama 5 (lima) tahun. Dalam implementasinya, masih terdapat kendala serta
beberapa hal perlu dibenahi dan disempurnakan, antara lain:98
1. Pengaturan
yang lebih tegas tentang hierarki peraturan perundang-undangan. Merumuskan
kedudukan Tap MPR dan peraturan perundang-undangan lainnya dalam hierarki
Peraturan Perundang-undangan.
2. Memberi
kejelasan kewenangan Kementerian dan Lembaga Pemerintahan Non Kementerian serta
Lembaga yang setingkat kementerian dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan.
3. Merumuskan
pengaturan harmonisasi peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya Permen
dan Perda.
4. Merumuskan
evaluasi peraturan perundang-undangan sebagai bagian manajemen peraturan
perundang-undangan
5. Memberi
kejelasan pengaturan pembentukan Peraturan Daerah. Saat ini pembentukan
Peraturan Daerah terdapat dalam 2 (dua) Undang-Undang berbeda Pengaturan
pembentukan Peraturan Daerah yang tidak seragam dan terpisah dalam dua rezim
yang berbeda, yaitu: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, dapat menimbulkan ketidakpastian dalam memberikan landasan
pembentukan Perda atau produk hukum di daerah sebagai sub sistem hukum
nasional.
Komentar
Posting Komentar